SEJARAH SINGKAT JURUSAN AGRIBISNIS
Jurusan Agribisnis pada awalnya berdiri dengan nama Jurusan Sosial Ekonomi.
Program studi ini beroperasi pertama kali pada tahun 1984 berdasarkan
ijin operasional dari Surat Rekomendasi Koordinator Kopertis Wilayah
VII Jawa Timur No. 2076/Kop.VII/Q/1984 tanggal 15 Desember 1984.
Status
Terdaftar diperoleh pada tanggal 18 Februari 1985 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 070/O/1985.
Peningkatan menjadi status Diakui diperoleh pada tanggal 25 April 1992
dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 134/DIKTI/Kep/1992.
Status Disamakan diperoleh pada tanggal 28 September 1995 dengan SK
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 149/DIKTI/Kep/1995.
Perubahan dari Program Studi Sosial Ekonomi ke Sosial Ekonomi Pertanian akibat perubahan permintaan jasa pendidikan. Pada akhirnya program studi Sosial Ekonomi Pertanian ini terakreditasi pada tanggal 11 Agustus 1998 dengan nilai B berdasarkan Surat Keputusan badan Akreditasi Nasional No. 01162/Ak.1-1/UMMSTE/VIII/1998.
Perubahan dari Program Studi Sosial Ekonomi ke Sosial Ekonomi Pertanian akibat perubahan permintaan jasa pendidikan. Pada akhirnya program studi Sosial Ekonomi Pertanian ini terakreditasi pada tanggal 11 Agustus 1998 dengan nilai B berdasarkan Surat Keputusan badan Akreditasi Nasional No. 01162/Ak.1-1/UMMSTE/VIII/1998.
Program
Studi ini merupakan program studi Sosial Ekonomi Pertanian yang
mengelola mahasiswa terbanyak di Jawa Timur.Sejalan dengan perkembangan
situasi dan kebutuhan stakeholder maka prodi ini sejak
tahun 1998 menggunakan nama program studi agribisnis/Sosial Ekonomi
Pertanian, dibarengi dengan penyempurnaan kurikulum yang relevan.
Berdasarkan Surat Keputsan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Tinggi RI Nomer :
163/DIKTI/Kep/2007 Tentang Penataan dan Kodifikasi Program Studi Pada
Perguruan Tinggi menetapkan nama Program Studi Agribisnis. Pada tahun
2009, program studi Agribisnis memperoleh status ‘terakreditasi” dengan
nilai baik (B).
Terlepas
dari keadaan krisis atau tidak agribisnis memang memiliki banyak
keunggulan. Setidaknya ada 9 (sembilan) alasan mengapa agribisnis
memiliki arti penting. Pertama, aktivitas agribisnis untuk menghasilkan
pangan akan selalu ada selama manusia masih butuh makan untuk
hidup.Kedua, agribisnis merupakan usaha ekonomi yang hemat devisa karena
berbasis pada sumberdaya lokal (resource base) sehingga memiliki daya
saing kuat.
Ketiga,
agribisnis memiliki kaitan usaha kedepan (forward linkage) dan ke
belakang (backward linkage) yang kuat, sehingga perkembangan budidaya
pertanian otomatis akan mendorong industri hulu dan hilir (agroindustri)
termasuk sektor jasa. Keempat, pertanian merupakan sumber pencaharian
utama masyarakat dan masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja yang
besar. Kelima, kultur masyarakat Indonesia masih didominasi oleh kultur
dan tradisi agraris yang kuat, sehingga way of life seperti ini sangat
menunjang pengembangan agribisnis.
Keenam,
ketersediaan lahan dan sumberdaya alam Indonesia yang besar dan belum
dimanfaatkan secara optimal, menjadi prasyarat dasar yang dimiliki
bangsa ini untuk mengembangkan agribisnis. Ketujuh, dalam era
globalisasi sekarang yang mampu bersaing dipasaran dunia adalah barang
sekunder (agroindustri olahan), maka agroindustri berpeluang besar untuk
dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku cukup besar.
Kedelapan,
kontribusi agribisnis/agroindustri dalam perekonomian nasional (PDB)
sendiri cukup besar,khususnya dalam industri non migas.Kesembilan, pada
akhirnya mengembangkan agribisnis identik dengan pemberdayaan
perekonomian rakyat, karena secara obyektif sebagian besar masyarakat
yang bergerak di sektor ini adalah masyarakat miskin yang berjumlah
jutaan.
Prospek Pengembangan Sistem Agribisnis Di Indonesia
Dilihat
dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah
kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional
produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki
prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis. Prospek ini secara aktual
dan faktual ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
Pertama,
pembangunan sistem agribisnis di Indonesia telah menjadi keputusan
politik. Rakyat melalui MPR telah memberi arah pembangunan ekonomi
sebagaimana dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan
pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan
maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain adalah pembangunan sistem
agribsinis.
Kedua,
pembangunan sistem agribisnis juga searah dengan amanat konstitusi
yakni No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000
tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah. Dari segi ekonomi, esensi Otonomi
Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan
mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di setiap daerah, yang tidak
lain adalah sumberdaya di bidang agribinsis. Selain itu, pada saat ini
hampir seluruh daerah struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB,
penyerapan tenagakerja, kesempatan berusaha, eskpor) sebagian besar
(sekitar 80 persen) disumbang oleh agribinsis. Karena itu, pembangunan
sistem agribisnis identik dengan pembangunan ekonomi daerah.
Ketiga, Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam agribisnis. Kita memiliki kekayaan keragaman hayati (biodivercity)
daratan dan perairan yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas
dan subur, dan agroklimat yang bersahabat untuk agribisnis. Dari
kekayaan sumberdaya yang kita miliki hampir tak terbatas produk-produk
agribisnis yang dapat dihasilkan dari bumi Indoensia. Selain itu,
Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia (SDM) agribisnis, modal
sosial (kelembagaan petani, local wisdom, indegenous technologies) yang kuat dan infrastruktur agribisnis yang relatif lengkap untuk membangun sistem agribisnis.
Keempat, pembangunan sistem agribisnis yang berbasis pada sumberdaya domestik (domestic resources based, high local content)
tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar negeri)
yang besar. Hal ini sesuai dengan tuntutan pembangunan ke depan yang
menghendaki tidak lagi menambah utang luar negeri karena utang luar
negeri Indonesia yang sudah terlalu besar.
Kelima,
dalam menghadapi persaingan ekonomi global, Indonesia tidak mungkin
mampu bersaing pada produk-produk yang sudah dikuasai negara maju.
Indonesia tidak mampu bersaing dalam industri otomotif, eletronika, dll
dengan negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman atau Perancis.
Karena itu, Indonesia harus memilih produk-produk yang memungkinkan
Indonesia memiliki keunggulan bersaing di mana negara-negara maju kurang
memiliki keunggulan pada produk-produk yang bersangkutan. Produk yang
mungkin Indonesia memiliki keunggulan bersaing adalah produk-produk
agribisnis, seperti barangbarang dari karet, produk turunan CPO
(detergen, sabun, palmoil, dll). Biarlah Jepang menghasilkan mobil,
tetapi Indonesia menghasilkan ban-nya, bahan bakar (palmoil diesel), palmoil-lubricant. (Hmd)SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar