Rabu, 24 Juni 2015

Fakultas pertanian dan peternakan (AGRIBISNIS)

 
SEJARAH SINGKAT JURUSAN  AGRIBISNIS

   Jurusan Agribisnis pada awalnya berdiri dengan nama Jurusan Sosial Ekonomi.  Program studi ini beroperasi pertama kali pada tahun 1984 berdasarkan ijin operasional dari Surat Rekomendasi Koordinator Kopertis Wilayah VII Jawa Timur No. 2076/Kop.VII/Q/1984 tanggal 15 Desember 1984
Status Terdaftar diperoleh pada tanggal 18 Februari 1985 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 070/O/1985. Peningkatan menjadi status Diakui diperoleh pada tanggal 25 April 1992 dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 134/DIKTI/Kep/1992. Status Disamakan diperoleh pada tanggal 28 September 1995 dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 149/DIKTI/Kep/1995.


Perubahan dari Program Studi Sosial Ekonomi ke Sosial Ekonomi Pertanian akibat perubahan permintaan jasa pendidikan.  Pada akhirnya program studi Sosial Ekonomi Pertanian ini terakreditasi pada tanggal 11 Agustus 1998 dengan nilai B berdasarkan Surat Keputusan badan Akreditasi Nasional No. 01162/Ak.1-1/UMMSTE/VIII/1998.

Program Studi ini merupakan program studi Sosial Ekonomi Pertanian yang mengelola mahasiswa terbanyak di Jawa Timur.Sejalan dengan perkembangan situasi dan kebutuhan stakeholder maka prodi ini sejak tahun 1998 menggunakan nama program studi agribisnis/Sosial Ekonomi Pertanian, dibarengi dengan penyempurnaan kurikulum yang relevan.
Berdasarkan Surat Keputsan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Tinggi RI Nomer : 163/DIKTI/Kep/2007 Tentang Penataan dan Kodifikasi Program Studi Pada Perguruan Tinggi menetapkan nama Program Studi Agribisnis. Pada tahun 2009, program studi Agribisnis memperoleh status ‘terakreditasi” dengan nilai baik (B).

 keunggulan agribisnis

     Terlepas dari keadaan krisis atau tidak agribisnis memang memiliki banyak keunggulan. Setidaknya ada 9 (sembilan) alasan mengapa agribisnis memiliki arti penting. Pertama, aktivitas agribisnis untuk menghasilkan pangan akan selalu ada selama manusia masih butuh makan untuk hidup.Kedua, agribisnis merupakan usaha ekonomi yang hemat devisa karena berbasis pada sumberdaya lokal (resource base) sehingga memiliki daya saing kuat.
Ketiga, agribisnis memiliki kaitan usaha kedepan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) yang kuat, sehingga perkembangan budidaya pertanian otomatis akan mendorong industri hulu dan hilir (agroindustri) termasuk sektor jasa. Keempat, pertanian merupakan sumber pencaharian utama masyarakat dan masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja yang besar. Kelima, kultur masyarakat Indonesia masih didominasi oleh kultur dan tradisi agraris yang kuat, sehingga way of life seperti ini sangat menunjang pengembangan agribisnis.
Keenam, ketersediaan lahan dan sumberdaya alam Indonesia yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, menjadi prasyarat dasar yang dimiliki bangsa ini untuk mengembangkan agribisnis. Ketujuh, dalam era globalisasi sekarang yang mampu bersaing dipasaran dunia adalah barang sekunder (agroindustri olahan), maka agroindustri berpeluang besar untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku cukup besar.
Kedelapan, kontribusi agribisnis/agroindustri dalam perekonomian nasional (PDB) sendiri cukup besar,khususnya dalam industri non migas.Kesembilan, pada akhirnya mengembangkan agribisnis identik dengan pemberdayaan perekonomian rakyat, karena secara obyektif sebagian besar masyarakat yang bergerak di sektor ini adalah masyarakat miskin yang berjumlah jutaan.


  
Prospek Pengembangan Sistem Agribisnis Di Indonesia

 Dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis. Prospek ini secara aktual dan faktual ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pembangunan sistem agribisnis di Indonesia telah menjadi keputusan politik. Rakyat melalui MPR telah memberi arah pembangunan ekonomi sebagaimana dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain adalah pembangunan sistem agribsinis.
Kedua, pembangunan sistem agribisnis juga searah dengan amanat konstitusi yakni No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah. Dari segi ekonomi, esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di setiap daerah, yang tidak lain adalah sumberdaya di bidang agribinsis. Selain itu, pada saat ini hampir seluruh daerah struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, penyerapan tenagakerja, kesempatan berusaha, eskpor) sebagian besar (sekitar 80 persen) disumbang oleh agribinsis. Karena itu, pembangunan sistem agribisnis identik dengan pembangunan ekonomi daerah.
Ketiga, Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam agribisnis. Kita memiliki kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur, dan agroklimat yang bersahabat untuk agribisnis. Dari kekayaan sumberdaya yang kita miliki hampir tak terbatas produk-produk agribisnis yang dapat dihasilkan dari bumi Indoensia. Selain itu, Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia (SDM) agribisnis, modal sosial (kelembagaan petani, local wisdom, indegenous technologies) yang kuat dan infrastruktur agribisnis yang relatif lengkap untuk membangun sistem agribisnis.
Keempat, pembangunan sistem agribisnis yang berbasis pada sumberdaya domestik (domestic resources based, high local content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar negeri) yang besar. Hal ini sesuai dengan tuntutan pembangunan ke depan yang menghendaki tidak lagi menambah utang luar negeri karena utang luar negeri Indonesia yang sudah terlalu besar.
Kelima, dalam menghadapi persaingan ekonomi global, Indonesia tidak mungkin mampu bersaing pada produk-produk yang sudah dikuasai negara maju. Indonesia tidak mampu bersaing dalam industri otomotif, eletronika, dll dengan negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman atau Perancis. Karena itu, Indonesia harus memilih produk-produk yang memungkinkan Indonesia memiliki keunggulan bersaing di mana negara-negara maju kurang memiliki keunggulan pada produk-produk yang bersangkutan. Produk yang mungkin Indonesia memiliki keunggulan bersaing adalah produk-produk agribisnis, seperti barangbarang dari karet, produk turunan CPO (detergen, sabun, palmoil, dll). Biarlah Jepang menghasilkan mobil, tetapi Indonesia menghasilkan ban-nya, bahan bakar (palmoil diesel), palmoil-lubricant. (Hmd)

SUMBER




Tidak ada komentar:

Posting Komentar